Kompas Online


Kamis, 10 Juli 1997

Tajuk Rencana

Kita Hadapi Kemungkinan Kekeringan Panjang dengan Upaya Maksimal

DI antara berita yang beberapa waktu terakhir banyak kita dengar adalah menyangkut kekeringan di berbagai daerah di Tanah Air. Gejala musim ini bukan saja menyebabkan kelangkaan air bersih, tetapi juga menurunkan tinggi permukaan air waduk. Namun yang paling serius dan memprihatinkan adalah hal itu berikutnya juga mengancam tanaman pangan kita.

Termasuk di antara yang dilaporkan dilanda kekeringan adalah 2.000 hektar sawah di Kalimantan Tengah yang masuk dalam proyek lahan gambut sejuta hektar.

Di tengah situasi sulit ini, masih menggembirakan, bahwa para petani kita tidak kehilangan semangat. Di Kabupaten Indramayu dan Subang, Jawa Barat, petani diberitakan menyewa pompa untuk mengalirkan air dari selokan menuju sawah. Padahal ketika banyak permintaan, ongkos sewa pompa pun melonjak. Namun diketahui betul, kalau air di saluran buangan atau sungai juga sudah kering, petani terpaksa membiarkan tanamannya mati.

Padahal, seperti diingatkan staf pengajar pada Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin Ir Winarni Monoarfa Ms, kekeringan bukan hanya dapat mengganggu siklus penanaman tanaman padi saja. Bila masalah pendistribusian air di lahan pertanian rakyat tak diatur secara serius hal itu bisa pula mengganggu produksi petani tambak.

Kekeringan juga meningkatkan risiko kebakaran, pencemaran asap, dan udara berkabut. Seperti disampaikan Kepala Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) Ir Sri Diharto MSc, kekeringan yang meninggikan keasaman air juga potensial untuk mematikan satwa air tawar.

KEMARIN kita baca penjelasan dari BMG, bahwa kemarau tahun 1997 ini baru akan berakhir pada bulan September, atau Desember, tergantung pada daerahnya.

Dwi Susanto, peneliti di Pengkajian Kekayaan Alam-BPPT Jakarta dalam tulisannya di harian ini 2 Juli lalu sempat menyinggung kemungkinan munculnya lagi gejala El Nino tahun ini. Adanya gejala ini membuat musim hujan yang biasanya jatuh antara bulan Oktober dan April tertunda. El Nino akan membuat kemarau jadi lebih panjang.

Dalam kaitan ini pemerintah sendiri sebenarnya telah mengantisipasi ancaman kekeringan. Menteri Pertanian Sjarifudin Baharsjah sejak awal tahun ini meminta kepada beberapa gubernur agar bersiaga menghadapi kekeringan yang bakal terjadi di masing-masing daerah. Bahkan, persiapan yang diminta bukan hanya untuk kekeringan pada musim tanam (MT) 1997 tetapi juga pada MT 1998.

Langkah yang ditempuh antara lain mengimbau setiap Kepala Daerah Tingkat I untuk menyelamatkan tanaman padi bila sudah telanjur ditanam. Menyiapkan bibit padi varietas unggul yang berumur pendek dan sedikit membutuhkan air.

WAJAR bila ketika menghadapi musim kemarau serius seperti sekarang muncul pertanyaan bagaimana dengan penyediaan pangan kita. Seperti dilaporkan Menteri Pertanian, sasaran produksi padi tahun 1997 sebesar 57 juta ton gabah kering giling, dapat dicapai dengan aman.

Syukurlah bila sudah ada antisipasi menghadapi kekeringan dan menyiapkan langkah untuk menghadapi kemarau panjang ini. Dengan demikian adanya target yang ditetapkan untuk memenuhi kebutuhan pangan yang ada di dalam negeri tetap dapat dipenuhi.

Dalam situasi yang menjepit sekarang ini, yang kita perlukan adalah tekad dan langkah konkret disertai kebijaksanaan. Misalnya saja, seperti dikemukakan Mentan, bersama pengairan diupayakan juga agar air yang tersedia dapat digunakan seefisien mungkin dengan menempuh cara giliran supaya sebanyak dan seluas mungkin areal bisa teriairi.

Kebijaksanaan juga dapat ditempuh dengan memilih tanaman selain padi pada lahan pertanian yang distribusi air irigasinya kurang terjamin. Menanam palawija merupakan langkah sementara yang dianggap terbaik menghadapi datangnya perubahan iklim tahun ini, kata Amrin Kahar, Dirjen Tanaman Pangan dan Hortikultura, Deptan.

Semua ikhtiar tersebut kita sertai dengan doa agar kekeringan yang ada sekarang ini tidak semakin parah dan berkepanjangan, sehingga tidak membuat para petani kita semakin sulit dan pengadaan pangan kita terganggu.

Bagi Kita Menjadi Agak Ganjil Menilai Makna Perluasan Anggota NATO

NATO dalam KTT di Madrid, akhirnya mengundang tiga negara Eropa Timur (Ceko, Hungaria dan Polandia) untuk bergabung dengan pakta militer peninggalan Perang Dingin itu. Ketiga negara itu dijadwalkan menandatangani protokol tanda masuk dalam pertemuan Menlu NATO bulan Desember tahun 1997 ini. Diharapkan keanggotaan resmi mereka akan diperoleh dalam peringatan 50 tahun NATO yang akan diabadikan dalam Traktat Washington bulan April 1999.

Pemimpin ketiga negara itu -Presiden Polandia Aleksander Kwasniewski, PM Hungaria Gyula Horn dan Presiden Ceko Vaclav Havel- telah menyatakan rasa gembira bergabung dengan pakta militer bekas musuh mereka dulu. Negara-negara Eropa Barat dan AS serta Kanada, tentu memiliki alasan untuk ikut senang karena pada tahun-tahun terakhir tak henti-hentinya mengharapkan mereka bergabung.

KTT Madrid, sesuai dengan pasal 10 traktat NATO, membuka pula lamaran kepada negara-negara Eropa Tengah dan Timur lainnya, untuk memperkuat keamanan dan pertahanan Eropa dengan Amerika Utara itu.

Slovenia dan Rumania secara khusus telah menyatakan keinginan bergabung dengan pakta militer beranggotakan 16 negara itu.

Selain menerima tiga negara baru, NATO menandatangani pula piagam kerja sama dengan Ukraina. Juga untuk pertama kalinya mereka mengadakan sidang Dewan Kemitraan Euro-Atlantik (EAPC) dengan 28 negara mitra NATO. KTT memutuskan pula agar Komisi Eropa segera membuka perundingan mengenai keanggotaan baru ketiga negara itu, juga Slovenia dan ketiga negara Baltik.

TUJUAN NATO menarik minat negara-negara bekas Pakta Warsawa itu untuk bergabung ialah demi stabilisasi Eropa Timur secara keseluruhan. Ada kekhawatiran mereka akan kembali terjerumus ke komunisme. Dan untuk menghindari hal tersebut, NATO akan mendorong mereka menjaga kelestarian demokrasi dan ekonomi pasar bebas ala Barat.

Melalui demokrasi, NATO tentu menghendaki militer di Eropa Timur berada di bawah komando sipil. Diharapkan juga, regim-regim Eropa Timur tidak akan menumpas pembangkangan kelompok oposisi ataupun minoritas di negara masing-masing.

Ekonomi pasar bebas ala Barat yang dimaksud ialah penciptaan iklim politik yang kondusif di negara-negara Eropa Timur itu, untuk merangsang peningkatan investasi asing. Hampir semua negara Eropa Timur menderita kemiskinan, memerlukan suntikan dana pembangunan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Salah satu sektor dari dana pembangunan Eropa Timur ialah anggaran militer. Barat, dalam hal ini produsen-produsen senjata besar seperti AS, Inggris dan Perancis, akan diuntungkan secara finansial berkat dan pembelian senjata Eropa Timur yang nilainya mencapai milyaran dollar AS.

Selain pertimbangan geostrategis, masuknya tiga negara Eropa Timur ke NATO tentu akan merangsang kembali lalu lintas jual beli persenjataan di Eropa. Semakin banyak negara-negara Eropa Tengah dan Timur yang bergabung, semakin marak pula perdagangan persenjataan yang akan menguntungkan pusat-pusat industri militer Barat.

KTT NATO memutuskan pula perubahan komando, yang akan memberikan Deputi Panglima Tertinggi Sekutu Eropa (SACEUR), yang selalu dijabat perwira Eropa, untuk melancarkan operasi tanpa harus melibatkan AS. Lembaga yang akan melancarkan operasi -yang melibatkan pemeliharaan perdamaian, bencana alam dan kegiatan kemanusiaan- ialah kelompok pertahanan Western European Union (WEU).

Telah lama WEU menghendaki pengurangan peranan militer AS di teater Eropa karena mereka menganggap telah memiliki kemampuan untuk melancarkan operasi sendiri. Meskipun telah kembali tahun 1995, Perancis pada akhir 1960-an pernah menarik diri dari struktur komando NATO karena ketidaksukaan melihat peranan militer AS di Eropa.

Kehadiran pasukan AS selama Perang Dingin harus diakui, telah berhasil memelihara stabilitas dan perdamaian di Eropa. Senjata konvensional dan nuklir AS di teater Eropa ketika itu terbukti mampu menangkal ancaman invasi Uni Soviet ke mandala Eropa.

Namun berakhirnya Perang Dingin membawa konsekuensi politik, yakni sikap kritis rakyat Eropa Barat terhadap kehadiran AS tersebut. Puncak dari semangat anti-Amerika itu ditunjukkan oleh desakan dilikuidasinya senjata nuklir jarak menengah AS di Eropa, yang berpuncak pada perjanjian INF yang ditandatangani Presiden Ronald Reagan dengan Sekjen PKUS Mikhail Gorbachev tahun 1987.

SEJAK itulah, sejak berakhirnya Perang Dingin, NATO sebetulnya telah kehilangan elan, peranan dan relevansi. Tidak ada lagi ancaman militer Uni Soviet atau Pakta Warsawa yang sudah bubar.

Lalu untuk apa NATO tambah anggota? Siapakah kira-kira musuh yang akan mengancam Eropa, jika kelak seluruh negara di benua tua itu akhirnya bergabung menjadi satu di dalam NATO?

Agak sedikit ganjil rasanya dalam menilai apa sebetulnya makna dari perluasan anggota NATO itu, di era pasca Perang Dingin itu. Rasanya kita masih saja bermimpi berada di masa konfrontasi sengit NATO lawan Pakta Warsawa, padahal hari sudah siang, kita harus bangun dari tidur.