Kompas Online


Selasa, 10 Maret 1998

TNI-AL Distribusikan Peta Lokasi Ikan pada Nelayan

Benoa, Kompas

Agar nelayan dapat menangkap ikan lebih banyak, TNI-AL akan mendistribusikan peta potensi ikan di laut, yang berhasil dibuat dengan satelit inderaja (penginderaan jarak jauh) oleh BPPT dan LAPAN. Beberapa satelit observasi alam yang melintasi wila-yah Indonesia, antara lain Landsat, NOAA, dan Sea Star -semuanya milik Amerika Serikat- memang telah dilengkapi sensor yang dapat mengetahui potensi ikan di perairan Indonesia. Demikian dikemukakan Asisten Pengamanan KSAL merangkap Direktur Pembinaan Potensi Maritim TNI-AL Laksamana Muda TNI Yoost Mengko, dan Direktur TISDA BPPT Ir Asep Karsidi Msc, dalam presentasi hasil-hasil penelitian kelautan di perairan sekitar Pulau Bali pada ekspedisi Arus Lintas Indonesia (Arlindo), dan ekspedisi GRNS (Global Research Network System) di atas Kapal Baruna Jaya IV di pelabuhan Benoa Bali, hari Minggu (8/3).

Hadir pada presentasi itu antara lain Prof Dr Arnold Gordon dari Lamont Doherty Earth Observatory Universitas Columbia AS, dan Ir Asanuma Msc peneliti dari Jepang yang akan melaksanakan ekspedisi Jamstec (Japan Marine Science and Technology Center).

Lebih lanjut Asep mengatakan data potensi ikan dari BPPT sudah sejak tahun lalu dimanfaatkan perusahaan penangkapan dan pengolahan ikan di antara PT Daya Guna Samudera. Namun untuk peta itu dikenakan biaya 500 dollar per kapal per bulan. Setiap minggu peta itu dikirim sekali seminggu.

Rencana BPPT untuk membantu nelayan mencari ikan dengan peta yang sama, disambut baik oleh Mengko. "Personel saya di tiap pangkalan TNI-AL siap menjadi kurir," katanya sambil menambahkan saat ini ada 40 Lanal (pangkalan TNI-AL) di seluruh Indonesia. Untuk menutup membiayai penyediaan peta yang relatif mahal itu, menurut Mengko perlu subsidi silang.

Peta itu, lanjut dia dapat dikirim melalui faksimili ke tiap KUD (Koperasi Unit Desa). "Masalahnya saat ini koperasi di pedesaan belum memiliki faks," katanya. Karena itu realisasinya perlu kerjasama dengan Pemda setempat, Departemen Koperasi dan Dirjen Perikanan Departemen Pertanian.

Dengan layanan jasa itu, ujar Mengko akan menghemat waktu berlayar, biaya operasi, dan meningkatkan hasil tangkapan ikan para nelayan. "Kalau pada bulan tertentu tidak ada ikan di daerah tangkapannya, nelayan sementara dapat melakukan kegiatan lainnya, misalnya bertani," jelasnya.

Penentuan lokasi

Selain penelitian lokasi ikan melalui inderaja satelit, jelas staf TISDA BPPT Dr Ir Dwi Susanto, dilakukan pula penelitian di lapangan menggunakan fishfinder untuk memastikan potensi dan jenis ikan. Riset di darat ini -termasuk dalam ekspedisi Jamstec sejak tahun 1995 - diikuti LIPI, Lapan, dan BPPT.

Pada ekspedisi itu dilakukan pemantauan suhu permukaan laut dan analisis klorofil. Hasilnya antara lain dapat diketahui distribusi sebaran ikan tuna. Ikan tuna biasanya berada di wilayah Indonesia pada musim angin timuran, yaitu berada pada suhu permukaan laut sekitar 22 hingga 26 derajat Celsius.

Sementara itu menurut Kabid Matra Laut Lapan Ir Bidawi Hasyim, Lapan telah menginventarisasi data suhu muka laut dari satelit sejak tahun 1994 dan mencocokkan serta memadukannya dengan data lapangan.

Peta lokasi dan potensi ikan baik sebaran dan densitasnya dibuat selain untuk ikan tuna juga untuk ikan lainnya yang mempunyai nilai ekonomis di antaranya ikan lemuru, tongkol, ikan karang dan ikan layang. Untuk itu telah dilakukan penelitian di 16 lokasi perairan di seluruh Indonesia. (yun)