Selamat Datang
Register | 
  • Sukses Sitepu  mengirimkan tautan artikel  Di Bawah 1 Gram, Bawa Sabu Tak Dihukum ke facebook
  • Sugiarto   mengirimkan tautan artikel  KOMPAS bola - FIFA Digugat ke Badan Arbitrase ke facebook
  • rudyanto wang  mengirimkan tautan artikel  Duh! Kelas Ambruk Sebelum UN Berlangsung ke facebook
  • rudyanto wang  mengirimkan tautan artikel  Angka Pengangguran di Australia Naik ke facebook
  • Sukses Sitepu  mengirimkan tautan artikel  KOMPAS bola - Komding PSSI Loloskan Toisutta-Arifin ke facebook
  • rudyanto wang  mengirimkan tautan artikel  Jadilah Wirausaha Berbasis Lingkungan ke facebook
  • rudyanto wang  mengirimkan tautan artikel  Disdik dan Guru Studi Banding ke AS... ke facebook
  • Sukses Sitepu  mengirimkan tautan artikel  Menhub: Sertifikasi FAA Tidak Perlu ke facebook
KOMPAS.com
Kamis, 12 Mei 2011 | 20:29 WIB
Lapisan Es Catat Sejarah Perubahan Iklim
Icha | wah | Selasa, 18 Mei 2010 | 20:51 WIB
Dibaca: 161
|
Share:
KOMPAS/HARRY SUSILO Tim Bravo Ekspedisi Tujuh Puncak Dunia dari Wanadri menyusuri jalur es puncak Nggapulu atau puncak Soekarno di ketinggian sekitar 4.700 meter di atas permukaan laut (mdpl), kawasan Pegunungan Jayawijaya, Papua, Senin (19/4/2010). Pendakian ke daerah puncak Nggapulu ini sebagai ajang pengenalan medan dan aklimatisasi bagi tim sebelum menuju puncak Carstensz Pyramid atau Ndugu-Ndugu yang berada di ketinggian 4.884 mdpl pada Sabtu mendatang, menyusul keberhasilan tim Alpha yang sudah lebih dulu mencapainya pada Minggu (18/4/2010).

JAKARTA, KOMPAS.com — Lapisan es abadi di Puncak Jaya Papua dapat mengungkap sejarah perubahan iklim Indonesia dan sekitarnya. Sepanjang apakah sejarah perubahan iklim yang terekam, hal itu tergantung dari ketebalan lapisan es abadi.

"Kalau di Gunung Kilimanjaro, tebalnya 50 meter bisa mencatat sejarah 11.000 tahun yang lalu. Ketebalan es-nya tergantung kecepatan siklus air," ujar peneliti Universitas Colombia, Dwi Susanto, saat jumpa pers di Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Selasa (18/5/2010) di Jakarta.

Sejumlah informasi terkait perubahan iklim, seperti curah hujan, temperatur, unsur kimia dalam udara, atau unsur karbondioksida dapat terdeteksi melalui analisis isotop unsur-unsur yang terkandung dalam es (hidrogen dan oksigen). Selain melalui lapisan es, kata Dwi, sejarah perubahan iklim juga dapat dideteksi melalui lapisan batuan sedimen dan lingkaran tahun pada kayu.

Lapisan batuan sedimen, menurut Dwi, dapat menyimpan sejarah perubahan iklim dari jutaan tahun yang lalu. "Bedanya kalau es itu ribuan tahun, sedimen jutaan tahun," ujarnya.

Sebelumnya, BMKG meresmikan kerja sama peneliti BMKG dengan peneliti Universitas Ohio dan Universitas Colombia dalam mengkaji lapisan es Puncak Jaya. Ekspedisi dan penelitian tersebut dibantu PT Freeport Indonesia dalam menyediakan peralatan pengeboran es dan personel bantuan.

"Tantangannya selain mencapai puncak Jaya, juga bagaimana es itu tidak mencair," kata Dwi. Agar tetap membeku, inti es abadi yang diambil dari puncak Jaya akan disimpan di dalam ruang cold storage freezer yang berisi dua kompartemen dengan suhu ruangan -30 derajat celsius.

"Es yang kami ambil tidak dianalisis semuanya. Sebagian disimpan karena kami yakin nantinya ada teknologi lebih baru yang akurasinya lebih," tambah Dwi.

Mengenai biaya penelitian es abadi tersebut, Kepala BMKG Sri Woro Harijono dalam kesempatan yang sama menyampaikan bahwa biaya untuk berangkat ke Puncak Jaya ditanggung tiap-tiap negara. Hanya, menurut Dwi, para peneliti mengeluarkan dana sekitar 5 juta dollar AS untuk biaya alat penelitiannya.

Ada 3 Komentar Untuk Artikel Ini.

  • doger borneo
    Senin, 24 Mei 2010 | 22:49 WIB
    betul..betul..betul... kata upin ipin

  • lindy chelsea
    Selasa, 18 Mei 2010 | 23:03 WIB
    Mudah2n gak ada maksud lain di balik penelitian ini.Ya bukannya berpikiran negatif,tp belajar dr pengalaman.Orang Amerika lebih pintar dr kita.

  • Indo Usa
    Selasa, 18 Mei 2010 | 21:15 WIB
    Klo Freeport ga jor2an ngebor gunung es Jayawijaya, kita bisa ski di Irian, ga usah keluar negeri. Kapan kita akan melestarikan gunung es tsb?
 
Kirim Komentar Anda
Silakan untuk kirim komentar Anda.
Komentar
Redaksi menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan. Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Pembaca berhak melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA. Redaksi akan menilai laporan dan berhak memberi peringatan dan menutup akses terhadap pemberi komentar.